Senin, 06 Oktober 2014

Dear You



Lima tahun bukan waktu yang terlalu lama, tapi juga bukannya sebentar.
Dan butuh akumulasi, butuh pemikiran dan tentunya emosi si “pemantik” buat menyatakan:

I’m give up .

Jarak sama waktu memang indikator sempurna buat mengukur keterikatan dua orang.
Soal ujian terjujur yang pernah ada

Jangan bohong ,
Kamu juga tahu kan?
Saat kita satu sama lain kehilangan empati
Satu sama lain kehilangan momen-momen yang seharusnya dibagi
Kita jadi dua orang yang saling asing, yang merasa seharusnya paling benar

Kalau semuanya jadi kelihatan cuma alasan
Tapi kenapa ini rasanya kehilangan harapan?
Saat pesan teks yang dibuat dengan rasa yang penuh berbalas:
“Makan dulu sana biar ngga laper”

Mereka jadi kata-kata yang pesannya tidak pernah tersampaikan
Kenapa?
Karena kita kalah
Kita kalah dengan jarak, dengan waktu

Mungkin kamu pikir permainan kejar-kejaran kita ini membosankan, melelahkan
Mungkin,
Kalau kamu pikir ini p-e-r-m-a-i-n-a-n

Tapi kenyataannya kamu memang harus terus berlari
Itupun kalau memang kamu, kita yang ditakdirkan
Kalau kamu mau, kalau kamu rela

Kedengarannya memang egois, berat sebelah
Memaksa kamu untuk selalu berlari, mengejar sampai batas yang kitapun tidak tahu sampai mana ujungnya
Karena disini, saya tidak bisa balik mengejar
Ada banyak hal yang harus dilakukan, diselesaikan, diperhatikan, dipertanggungjawabkan, dipertaruhkan..

Mungkin kamu tidak tahu rasanya berkorban di sebagian besar umur kamu
Tidak tahu rasanya menjadi poros dari semua orang
Tidak tahu rasanya mengurus semua orang yang sibuk menyalahkan hidup satu sama lain

Jadi, jangan tanya lagi kenapa ini jadi begitu tidak adil

I just believe, someday i’ll have someone who’s fight for me
Orang yang akan berkorban seperti apa yang saya korbankan untuk hidup saya
Orang yang punya gelombang empati yang sama

Setidaknya saya berharap demikian

And i keep believe it



Jadi dengan selesainya tulisan ini, mari tidak lagi membuka hal yang seharusnya tidak dibuka.

You can Bi, you always can.

Jumat, 01 Maret 2013

To: a past


Tahu kenapa waktu terus berjalan?
Karena yang ada disini, tidak selamanya disini.

Tidak ada yang lebih setia dari helaan nafas, setia menemani sisi terbaik, sisi biasa atau sisi yang paling gelap.

Saat yang gelap adalah syukur. 
Saat yang biasa saja adalah monokrom.
Saat terbaik adalah tertentu, terbatas, ya selalu berjangka..

Disini, sekarang, semuanya seolah sepakat untuk mendung.
Langitnya, awannya, warna anginnya, tanahnya, ruangannya, pohon hijau di depan kamar, lampu di ruang depan,

Setumpuk buku kuliah dulu yang sekarang sudah tidak punya magnet lagi,
Tempat jemuran yang dulu siang-siang terik semarak dengan warna,
Karpet biru bergambar segala jenis transportasi darat, laut, dan udara,
Bahkan gantungan tempat jilbab pun rasanya berbeda,

Asing,

Sore ini sepertinya ada deklarasi langit,
“It’s not yours anymore”

Kalau khayalan saya betul, setiap sudut di Kota ini pasti tenggelam dengan ingatan-ingatan,
Sialnya, cuma ingatan-ingatan,
Cuma ingatan!

Jadi sekedar benda-benda mati, sudut-sudut kaku yang jago bercerita,
Bisu tapi bisa memporak-porandakan pondasi kokoh yang namanya ego.

Ah ya,
Waktunya tidak lama lagi,
30 hari atau 720 jam atau 43.200 menit atau 2.592.000 detik

I have to leave, i have to move, i have to meet the next person that i’ve to meet
I have to forget all the things in here
I have to erase all memories in here
I have to
I have to
I must to do it

Setidaknya bisa berseri untuk beberapa waktu?
Sebentar saja?
Sampai tiba waktunya menarik jangkar, berlayar ke tempat selanjutnya.
di pelabuhan akhir.

| Selamat tinggal semua (yang akan) jadi masa lalu |




in memoriam, fauziah suci angraini masa kuliah

Jumat, 08 Februari 2013

Kenapa Harus Lepas Jilbab?


Tanpa bermaksud menggurui atau ngerasa sok-suci (even nama gue suci, dan lo harus terima), gue mencoba mengungkapkan opini gue soal lepas-pake-jilbab-phenomenon. Mohon maaf seeee-besar-besarnya kalau ada statement yang tampak seperti justifikasi yaa sebelumnya..

Menjelang akhir semester 7 ini, banyak mahasiswa di kampus gue yang mulai bergeliat meninggalkan kampus. Termasuk gue (insya allah). Dan salah satu tren di kalangan mahasiswa yang mau lulus adalah FOTO BUAT WISUDA.

Hari itu, gue dan girlsgeng gue datang ke salah satu studio foto bonafide di Kota Malang buat take photo. Ketemulah gue sama salah seorang temen se-angkatan yang lagi nungguin temennya didandan. Pas gue lagi heboh di lukisin mukanya (didandan), dia tanya gini:


“Kamu foto pake jilbab tah ci?”

Gue langsung jawab dengan ceriaaa, “Iyaa, kamu engga tah?”


Dan jawaban tak dinyana-nyana (?) dari temen gue itu, “Aku kemarin engga ci, soalnya kalau pake jilbab harus ngasih surat pernyataan tidak cacat.”
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Roaming sesaat


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Gue masih belum ngerti koneksitas atau condition sine quanon antara photo wisuda >> jilbab >> sama surat pernyataan tidak cacat.

Oke lah, akhirnya bisa gue cerna dengan ber-positif thingking-ria-perlahan-lahan-tapi-pasti.
Mungkin surat pernyataan itu emang dibutuhkan buat make sure kalau kita sehat jasmaniah. Tapi gue jadi mikir lagi, emang kalau ngga sehat jasmaniah (baca: diffable) kenapa?

Masalah sehat jasmaniah emang penting, tapi kan yang lebih penting itu kemampuan kita mengerjakan sesuatu? Lagipula emang ada bedanya sarjana yang common sama yang diffable?


Each of us  have own perspective for it....


Yang selanjutnya membuat gue gelisah ternyata yang lepas-jilbab pasca kuliah itu jumlahnya ngga cuma 1, tapi banyak!


Alasannya macem-macem, tapi salah satu yang common adalah takut susah dapet kerjaan.
IDK (gaya kan gue bisa speak IM) is it true or wrong karena gue sendiri belum pernah ngelamar kerja. Tetapi menurut gue di era kebebasan kaya gini, freedom of choice harusnya dijunjung tinggi.


Jilbab itu menurut gue politik identitas, dengan berjilbab kamu show on pilihan kamu untuk menjadi wanita islam. Dan ketika kamu declare diri sebagai seorang wanita islam, kamu berhak atas keistimewaan-keistimewaan yang sudah dijanjikan.


Selama ini kan freedom of choice malah lebih sering digunakan sebagai alasan untuk tidak berjilbab. Padahal, dalam grundnorm (aturan dasar) umat Islam (baca: Al-Quran) jilbab itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Ibaratnya kalau dalam hukum nih, sifatnya dwingenrecht- imperative, bukan anfullenrecht-complamenter.


Jadi, yang harus ngikutin tren itu harusnya HRD-HRD kantor yang bisa open-minded sama wanita berjilbab. Bukan kita yang ngikutin dengan lepas jilbab. Itu namanya ngga berkarakter (maaf sarkas).

Trust me, jilbab ngga akan bikin diri kita terkekang. Maaf maaf nih ya, saya pernah masuk ke ­un-expected place dengan menggunakan jilbab (bukan untuk sesuatu yang dilarang nih yaa). Tapi emang waktu itu ada gala dinner untuk event internasional yang digelar di un-expected place itu. Pede aja, orang ngga ngapa-ngapain -_____-

Apalagi sekarang mode untuk jilbab yang syar’i cantik-cantik. Makin ngga ada alasan buat ngga berjilbab (buat muslim maksudnya).


Sekedar berbagi pengalaman, beberapa kali saya ikut event-event internasional dengan jilbab (dan selalu jadi minoritas-bahkan beberapa kali jadi satu-satunya jilbaber), malah membuat orang tertarik (bukan suka-sukaan maksudnya). Pernah sampe kenalan dari Thailand yang suka pake rok mini dan cantiknya minta ampun, pinjem baju saya+jilbabnya buat take foto. Sayang fotonya ga diminta :(


Cara orang Indonesia berislam itu menurut saya punya nilai plus dibanding negara-negara lain. We have to proud!

Berjilbab bukan sekedar alasan-alasan *kecantikannya buat suami aja* -_____-,

lo pikir hidup perempuan cuma suami ajaaaa -_______-


Nilai filosofis jilbab jauuuuuh lebih besar dari itu, even gue belum tau apa. Tapi buat gue jilbab membawa aura positif yang besar dalam kehidupan gue.

Jadi untuk teman-teman cantik yang sudah berjilbab, percaya bahwa jilbab malah akan mendatangkan banyak anugrah yang kita ngga pernah sangka-sangka.



Semoga kita termasuk yang berketetapan hati. Aamiin...






#SaveJilbaber

Selasa, 29 Januari 2013

DIFFERENCES

I spent many time to translate the value of differences into real life
Figure things out
Clearing the extra-crowded-complicated occurrence

differences differences differences

it's one of the main source which caused my parents separated.
lead all of us leaving union and say hello to dis-integrated.

causing each of us hated each other
keep the prejudice stay comfort in human mind

(ago) make me so confused with him
not because i'm a moslem and he's not
but because we grow in a difference perspective too see Islam

make you life in your special territory
refuses the other who is different (even it physical or material things)
quarantine your self to imagine the world

oh i hate! hate! hate! hate! hate! hate! hate! hate! hate!
I hate differences so!














as long as there's no extra size place, differences is never work.
don't lie

Minggu, 27 Januari 2013

sisa-sisa ingatan

Yang Ingin Saya Klarifikasi


Okay, ini cerita sudah lama dan sudah lewat dan sudah ga penting lagi, Tapi emng saya nunggu momentum sepi gini sih buat ceritain kejadian pembangkangan saya di Pemilu FH  2012. Dan, begini ceritanyaa...

jauh sebelum momen persiapan pemilwa 2012, saya sudah memutuskan tidak lagi ikut campur di kegiatan politik fakultas. cukup lah dari maba saya sudah dicoba-dikader-sana-sini, ngerasain jatuh bangunnya di dunia politik kampus (lebay, but it's true).

dan keputusan ini sebenernya sudah dari awal tahun 2012, that's why dari akhir masa jabatan 2011 saya sudah ngasih statemen keras tidak mau dicalonkan lagi di pemilwa/pemira (sempet sih ada tawaran nyalon ke DPM), tapi serius, duduk di jabatan struktural itu ngga enak. terakhir saya di kementrian KP BEM FH 2012 (periode jan-juni)

back to main story, suatu siang saya sms kakak angkatan di FH inisial M.Y.A. Saya konsul soal temen-temen timses FH yang belum panas. Niatnya mau minta tolong untuk kakak itu menyampaikan ke teman2 angkatan 2010.

Nah, disitu saya sempet bilang (via telfon) kalau saya ngga bisa bantu untuk pemilwa tahun ini. Ada beberapa alasan sebetulnya, salah satu nya saya kurang sreg dengan beberapa budaya di barisan. Kalau dulu waktu *masih muda* saya masih semangat untuk protes-tanya sana sini, di masa tua ini saya menghindari konflik. Lebih baik saya di luar barisan daripada harus berselisih paham lagi dengan sahabat-sahabat di 2009 (soalnya tahun2 sebelumnya selisih paham kita cukup parah, sampe bentak2an, diem2an, adu argumen). Saya sadar sih, pengetahuan saya terbatas.

Akhirnya, tercetuslah statemen dari M.Y.A, untuk saya buat tim tandingan (di luar tim) karena salah satu alasan saya memang tidak sreg di barisan. Rencana tim tandingan itu cukup detail, termasuk statemen dia kalau di hari H (pencoblosan), tim ini akan tetap  memecah suara. Saya cukup kaget sih, tapi jujur saat itu saya ragu. MYA bilang kalau A.I.N (kakak kelas lainnya) juga mensupport rencana ini. MYA juga meminta untuk saya mengarahkan beberapa anak 2010-2011 untuk masuk di tim ini. Karena saya menghormati kedua kakak angkatan saya itu, jalanlah saya.

Saya mulai mengumpulkan orang-orang penting di angkatan 2010/2011. Mulai menjelaskan misi lewat propaganda. Tapi jujur main belakang dalam waktu singkat itu rumit. Apalagi lawannya adalah sebuah barisan yang militan. Tapi semua hal berjalan semestinya sampai salah seorang tim saya (yang ternyata kader militan barisan X) itu, membocorkan masalah ini ke penanggung jawab barisan.

Saya mulai yakin dengan tindakan saya ini setelah mengetahui calon dari penanggung jawab barissan adalah GPA yang notabene terlibat sebagai petinggi di pemira pusat. Naluri politik saya bilang kalau he's not the right man. Bukan karena kemampuan GPA, tetapi karena GPA tidak terlalu mengikuti alur kaderisasi di fakultas (terutama di BEM) ditambah lagi posisinya sebagai petinggi kepanitiaan pemira pusat (benar saja, pemira pusat bermasalah dan mengalami sengketa sampai dengan pertengahan januari 2013, GPA harus stanby penuh untuk menyelesaikannya). Niat saya 1, FH tahun ini harus dipimpin oleh kader yang tepat (tidak harus terbaik segala-galanya, cause it will never possyble)

Suatu hari di sebuah pelatihan, teman2 2009 melakukan inspeksi dadakan. Ternyata mereka dapat bocoran kalau saya membuat tim tandingan. Saat itu, BA dan RI cukup emosional menghadapi saya. Yang membuat sedih adalah, tuduhan seolah-olah saya ini barisan sakit hati yang mau membuat tim tandingan. istighfar aja lah,, Allah Maha Tau.

Setelah itu kejadian demi kejadian tidak menyenangkan terjadi, MYA tidak mengaku kalau dia yang menggeraka saya membuat tim tandingan. AIN mengeluarkan statement tidak menyenangkan soal senior provokatif di group online.

Saya stres total, orang-orang yang saya percaya ternyata tidak seperti ekspektasi saya. Angkat tangan lah ceritanya. Di saat seperti itu, saya jadi banyak cerita dengan AL (karena satu kepanitiaan di daerah Batu dan sekitar 4 hari saya spent time bareng dia).

AL sempet bilang, "aku khawatir di akhir masa studi kamu kejadian ini malah bikin kamu dicap buruk sama anak-anak"

Tapi ngga tau kenapa yang saya bilang malah "aku malah lebih takut setelah kejadian ini, anak-anak tidak belajar sama sekali".

terus, setelah itu semuanya memburuk. akhirnya setelah melalui pemikiran dan saran-saran dari penasehat terbaik saya, saya menghilang dari kontestasi pemilwa. kaburlah saya ke jogja..

pasca pulang dari jogja, saya masih harus berhadapan dengan fakta-fakta.

Saya sempat dibilang "mengancam" mau tetap membuat tim tandingan. Betul, saya memang sms AIN "Mas, kalau tetep GPA yang dicalonkan saya akan tetap maju dengan calon sendiri"

Maaf kalau disangka mengancam, pada saat itu saya cuma berniat minta pertimbangan. Ternyata responnya negatif. It's Okay..

Akhir-akhir ini saya jadi sadar mereka kaya gitu, bagaimanapun saya bukan bagian dari barisan. Cuma segelintir orang awam yang ngga paham nilai gerakan. Dan setelah kejadian ini, saya ngga benci politik. Suatu hari saya akan menemukan gerakan yang sesuai dengan darah saya, atau mungkin membuat sendiri? Who Know?




Tapi untuk 2 aktor utama di atas, cukuplah saya tau kadar kebijaksanaan kalian, tingkat kepercayaan kalian. Ngga masalah, saya bukan barisan sakit hati. Insya Allah selama itu benar dan baik saya masih akan bantu (saya tetep jadi kuasa hukum untuk barisan kalian toh?)



at least, people who's lead by his arrogant should be fall into mistakes.

Senin, 11 Juni 2012

@changi airport-terminal 1

go back to indonesia,
had a lotta discover time.

never forgotten:
|Prince George Park Ressidence| LT.1 Engineering Faculty-NUS| Kent Ridge MRT Station| ABC hostel backpacker| Bugis|ChinaTown|Marina Bay Sands|Sentosa Island| Pantai Dalam Kuala Lumpur| LCC KL|MC D Changi|


and now, welcome lovely homeland, Jakarta Indonesia :')

Selasa, 27 Maret 2012


Press Release
Di Balik Huru-Hara Kenaikan BBM: Konspirasi Elit Vs Hak Rakyat Indonesia

Nusantara sepekan terakhir dihebohkan dengan isu kenaikan harga BBM yang digelontorkan oleh Pemerintah melalui kementrian ESDM. Seolah tanpa dosa, isu tersebut dikeluarkan sebelum pemerintah menyelesaikan tanggungan hutang kasus korupsi demokrat, yang bukan lain merupakan partai penguasa. Spontan kebijakan tersebut menuai  pro kontra dari segenap elemen masyarakat Indonesia dengan berbagai dalil masing-masing. Tidak terlepaskan adalah elemen intelektual muda. Pasca merebaknya isu ke pasaran, gerakan-gerakan mahasiswa yang mengatasnamakan berbagai front turun ke jalan menentang kebijakan tersebut dan gelombang aksi bak arus yang tidak dapat dibendung, anarkis, jauh dari kesan intelektual.
Satu hal yang harus dipahami bersama, mahasiswa harus paham betul akar permasalahan dari isu yang berkembang ini. Bukan sekedar ketidakmampuan rakyat jelata yang katanya korban dari kenaikan harga BBM, lebih dari itu isu BBM kini dicurigai mutlak merupakan konspirasi skala nasional bahkan internasional. Sebelum muncul justifikasi lebih jauh, ada baiknya kita mengkonfrontir argumentasi pemerintah dengan realita yang ada saat ini.
Setidaknya ada 3 argumentasi mendasar yang diusung pemerintah sebagai dasar kenaikan harga BBM; (1) Tingginya harga produksi sektor hulu industri migas, (2) Tren harga minyak dunia yang semakin menanjak, (3) Kebijakan subsidi BBM yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran, 53% nya adalah untuk kendaraan pribadi (Menko Perekonomian dan Kesejahteraan, Hatta rajasa). Sepintas masyarakat awam niscaya mengiyakan argumentasi tersebut karena terbiasa dengan budaya ekonomi pasar yang mau tidak mau kita yakini telah menyusup di Indonesia. Namun argumentasi pemerintah tersebut pada hakekatnya amat mentah dan tidak mendasar.
Pertama, isu bahwa biaya produksi minyak mentah di Indonesia yang dianggap tinggi, kenyataannya tidak berdasar. Perlu dicatat, produksi minyak mentah yang berasal dari Indonesia mencapai 950 million barrel crude oil per day (MBCD), namun nyaris ½ dari jumlah tersebut diekspor ke luar negeri karena kepemilikan saham asing yang begitu dominan di Indonesia (Exon, Chevron, BP, etc). Alhasil indonesia tidak mendapatkan keuntungan optimal dari kepemilikan SD Migas tersebut. Namun akibat pengelolaan minyak yang didominansi asing bukan berarti pemerintah tidak mendapatkan keuntungan. Dari hasil tumpangan asing di Indonesia, pemerintah mendapatkan keuntungan berupa Pajak Pertambahan Penghasilan (PPh) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang jumlahnya dijamin cukup untuk membiayai konsumsi minyak (BBM) di Indonesia.


Tahun
PNPB
PPh
Total Pendapatan
Besar Subsidi BBM
2011
173 T
65 T
238 T
195 T
2010
152 T
58 T
211 T
139 T
2009
125 T
50 T
175 T
94 T
2008
211 T
77 T
288 T
223 T
2007
124 T
44 T
168 T
116 T
2006
158 T
43 T
201 T
94 T
Sumber: Laporan APBN 2006-2011

Data tersebut menggambarkan bahwasanya subsidi BBM oleh pemerintah tidak akan membebani pemerintah sama sekali. Mengenai kebijakan ini bahkan pernah disoroti dalam majalah internasional The Economist dan pemerintah mendapatkan cemoohan atas argumentasi tersebut dari praktisi ekonomi internasional.
            Selanjutnya terkait dengan statements Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang menyatakan bahwa kebijakan subsidi BBM selama ini dianggap tidak tepat sasaran, nampaknya kita perlu napak tilas menuju kasus BLBI, Century, dan Tax Holiday yang secara nyata dan niscaya adalah kebijakan ekonomi pemerintah yang TIDAK TEPAT SASARAN! Lagi-lagi pemerintah terbukti telah berpihak pada kepentingan kaum pemodal, bukan rakyat jelata yang seharusnya mereka lindungi haknya.
            Terlepas dari segala perhitungan perekonomian di atas, isu kenaikan BBM ini amat kentara memiliki potensi konspirasi politik dalam negeri. Partai Penguasa memanfaatkan isu ini untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari skandal korupsi yang melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Bahkan, di tengah huru-hara nasional ini SBY masih menyempatkan diri beramah tamah dengan ‘Elit’ Presiden Eksekutif Mahasiswa di Indonesia untuk pelesir ke China.
            Tidak hanya partai penguasa yang diuntungkan, baik itu partai kompetitor dan oposisi juga mengambil peluang besar untuk pencitraan partainya menuju pemilu 2014. Kemarin saja (27/03) sudah ada beberapa partai yang turun ke jalan demi menarik simpati rakyat di pemilu 2014. Bahkan gawatnya lagi, keterlibatan buruh dalam aksi kenaikan BBM disinyalir mengandung unsur ‘politik uang’. Luar Binasa!
            Isu kenaikan BBM tidak hanya soal politik dalam negeri. Kuat diduga kenaikan harga BBM merupakan pesanan asing yang menyusup melalui Letter of Intent (LOI) antara Indonesia dengan International Monetary Funds (IMF) yang bunyi nya antara lain sebagai berikut:
To achieve this objective, the government intends to adjust administered prices of petroleum products and electricity before the next fiscal year, with a view to eliminating subsidies for these products..”
            Nyata sudah pemerintah tidak lagi berdaulat di atas wilayahnya sendiri. Kepercayaan rakyat digadaikan oleh elit untuk semata-mata menghamba pada kepentingan asing. Padahal dari perspektif konstitusional, menyerahkan harga minyak pada mekanisme pasar adalah Inkonstitusional! (Lihat PUTUSAN PERKARA NOMOR 002/PUU-I/2003). Adalah tanggung jawab pemerintah melalui hak menguasai negara untuk mengelola Sumber Daya Alam dan mendistribusikannya kepada rakyat sebagai alat menuju kesejahteraan rakyat. Ingat, ciri utama perekonomian liberal adalah perekonomian sepenuhnya diletakan pada mekanisme pasar. Dan alasan kenaikan BBM yang berpatokan pada tren kenaikan minyak dunia adalah gambaran riil dari injeksi barat ke Indonesia.
            Sekali lagi, kita harus memahami betul isu kenaikan harga BBM ini secara holistik. Sudut pandang yang menyeluruh akan menghindarkan kita dari lingkaran setan konspirasi ‘kenaikan harga BBM’. Atas dasar tersebut, BEM FH UB menyatakan sikap bahwasanya:
1)    Menuntut Akuntabilitas dan Responsibilitas Pemerintah terkait dengan pengelolaan sektor Migas.
2)    Mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan kenaikan harga BBM.
3)    Segerakan konversi BBM ke bahan bakar alternatif yang terbarukan.
Salam, Bergerak Merakyat!



Fauziah Suci Angraini,
Menteri Departemen Kebijakan Publik – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya