Lima tahun bukan waktu yang terlalu lama, tapi juga bukannya
sebentar.
Dan butuh akumulasi, butuh pemikiran dan tentunya emosi si “pemantik”
buat menyatakan:
I’m give up .
Jarak sama waktu memang indikator sempurna buat mengukur
keterikatan dua orang.
Soal ujian terjujur yang pernah ada
Jangan bohong ,
Kamu juga tahu kan?
Saat kita satu sama lain kehilangan empati
Satu sama lain kehilangan momen-momen yang seharusnya dibagi
Kita jadi dua orang yang saling asing, yang merasa
seharusnya paling benar
Kalau semuanya jadi kelihatan cuma alasan
Tapi kenapa ini rasanya kehilangan harapan?
Saat pesan teks yang dibuat dengan rasa yang penuh berbalas:
“Makan dulu sana biar
ngga laper”
Mereka jadi kata-kata yang pesannya tidak pernah
tersampaikan
Kenapa?
Karena kita kalah
Kita kalah dengan jarak, dengan waktu
Mungkin kamu pikir permainan kejar-kejaran kita ini
membosankan, melelahkan
Mungkin,
Kalau kamu pikir ini p-e-r-m-a-i-n-a-n
Tapi kenyataannya kamu memang harus terus berlari
Itupun kalau memang kamu, kita yang ditakdirkan
Kalau kamu mau, kalau kamu rela
Kedengarannya memang egois, berat sebelah
Memaksa kamu untuk selalu berlari, mengejar sampai batas
yang kitapun tidak tahu sampai mana ujungnya
Karena disini, saya tidak bisa balik mengejar
Ada banyak hal yang harus dilakukan, diselesaikan,
diperhatikan, dipertanggungjawabkan, dipertaruhkan..
Mungkin kamu tidak tahu rasanya berkorban di sebagian besar
umur kamu
Tidak tahu rasanya menjadi poros dari semua orang
Tidak tahu rasanya mengurus semua orang yang sibuk
menyalahkan hidup satu sama lain
Jadi, jangan tanya lagi kenapa ini jadi begitu tidak adil
I just believe, someday i’ll have someone who’s fight for me
Orang yang akan berkorban seperti apa yang saya korbankan
untuk hidup saya
Orang yang punya gelombang empati yang sama
Setidaknya saya berharap demikian
And i keep believe it
Jadi dengan selesainya tulisan ini, mari tidak lagi membuka
hal yang seharusnya tidak dibuka.
You can Bi, you always can.