Selasa, 27 Maret 2012


Press Release
Di Balik Huru-Hara Kenaikan BBM: Konspirasi Elit Vs Hak Rakyat Indonesia

Nusantara sepekan terakhir dihebohkan dengan isu kenaikan harga BBM yang digelontorkan oleh Pemerintah melalui kementrian ESDM. Seolah tanpa dosa, isu tersebut dikeluarkan sebelum pemerintah menyelesaikan tanggungan hutang kasus korupsi demokrat, yang bukan lain merupakan partai penguasa. Spontan kebijakan tersebut menuai  pro kontra dari segenap elemen masyarakat Indonesia dengan berbagai dalil masing-masing. Tidak terlepaskan adalah elemen intelektual muda. Pasca merebaknya isu ke pasaran, gerakan-gerakan mahasiswa yang mengatasnamakan berbagai front turun ke jalan menentang kebijakan tersebut dan gelombang aksi bak arus yang tidak dapat dibendung, anarkis, jauh dari kesan intelektual.
Satu hal yang harus dipahami bersama, mahasiswa harus paham betul akar permasalahan dari isu yang berkembang ini. Bukan sekedar ketidakmampuan rakyat jelata yang katanya korban dari kenaikan harga BBM, lebih dari itu isu BBM kini dicurigai mutlak merupakan konspirasi skala nasional bahkan internasional. Sebelum muncul justifikasi lebih jauh, ada baiknya kita mengkonfrontir argumentasi pemerintah dengan realita yang ada saat ini.
Setidaknya ada 3 argumentasi mendasar yang diusung pemerintah sebagai dasar kenaikan harga BBM; (1) Tingginya harga produksi sektor hulu industri migas, (2) Tren harga minyak dunia yang semakin menanjak, (3) Kebijakan subsidi BBM yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran, 53% nya adalah untuk kendaraan pribadi (Menko Perekonomian dan Kesejahteraan, Hatta rajasa). Sepintas masyarakat awam niscaya mengiyakan argumentasi tersebut karena terbiasa dengan budaya ekonomi pasar yang mau tidak mau kita yakini telah menyusup di Indonesia. Namun argumentasi pemerintah tersebut pada hakekatnya amat mentah dan tidak mendasar.
Pertama, isu bahwa biaya produksi minyak mentah di Indonesia yang dianggap tinggi, kenyataannya tidak berdasar. Perlu dicatat, produksi minyak mentah yang berasal dari Indonesia mencapai 950 million barrel crude oil per day (MBCD), namun nyaris ½ dari jumlah tersebut diekspor ke luar negeri karena kepemilikan saham asing yang begitu dominan di Indonesia (Exon, Chevron, BP, etc). Alhasil indonesia tidak mendapatkan keuntungan optimal dari kepemilikan SD Migas tersebut. Namun akibat pengelolaan minyak yang didominansi asing bukan berarti pemerintah tidak mendapatkan keuntungan. Dari hasil tumpangan asing di Indonesia, pemerintah mendapatkan keuntungan berupa Pajak Pertambahan Penghasilan (PPh) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang jumlahnya dijamin cukup untuk membiayai konsumsi minyak (BBM) di Indonesia.


Tahun
PNPB
PPh
Total Pendapatan
Besar Subsidi BBM
2011
173 T
65 T
238 T
195 T
2010
152 T
58 T
211 T
139 T
2009
125 T
50 T
175 T
94 T
2008
211 T
77 T
288 T
223 T
2007
124 T
44 T
168 T
116 T
2006
158 T
43 T
201 T
94 T
Sumber: Laporan APBN 2006-2011

Data tersebut menggambarkan bahwasanya subsidi BBM oleh pemerintah tidak akan membebani pemerintah sama sekali. Mengenai kebijakan ini bahkan pernah disoroti dalam majalah internasional The Economist dan pemerintah mendapatkan cemoohan atas argumentasi tersebut dari praktisi ekonomi internasional.
            Selanjutnya terkait dengan statements Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang menyatakan bahwa kebijakan subsidi BBM selama ini dianggap tidak tepat sasaran, nampaknya kita perlu napak tilas menuju kasus BLBI, Century, dan Tax Holiday yang secara nyata dan niscaya adalah kebijakan ekonomi pemerintah yang TIDAK TEPAT SASARAN! Lagi-lagi pemerintah terbukti telah berpihak pada kepentingan kaum pemodal, bukan rakyat jelata yang seharusnya mereka lindungi haknya.
            Terlepas dari segala perhitungan perekonomian di atas, isu kenaikan BBM ini amat kentara memiliki potensi konspirasi politik dalam negeri. Partai Penguasa memanfaatkan isu ini untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari skandal korupsi yang melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Bahkan, di tengah huru-hara nasional ini SBY masih menyempatkan diri beramah tamah dengan ‘Elit’ Presiden Eksekutif Mahasiswa di Indonesia untuk pelesir ke China.
            Tidak hanya partai penguasa yang diuntungkan, baik itu partai kompetitor dan oposisi juga mengambil peluang besar untuk pencitraan partainya menuju pemilu 2014. Kemarin saja (27/03) sudah ada beberapa partai yang turun ke jalan demi menarik simpati rakyat di pemilu 2014. Bahkan gawatnya lagi, keterlibatan buruh dalam aksi kenaikan BBM disinyalir mengandung unsur ‘politik uang’. Luar Binasa!
            Isu kenaikan BBM tidak hanya soal politik dalam negeri. Kuat diduga kenaikan harga BBM merupakan pesanan asing yang menyusup melalui Letter of Intent (LOI) antara Indonesia dengan International Monetary Funds (IMF) yang bunyi nya antara lain sebagai berikut:
To achieve this objective, the government intends to adjust administered prices of petroleum products and electricity before the next fiscal year, with a view to eliminating subsidies for these products..”
            Nyata sudah pemerintah tidak lagi berdaulat di atas wilayahnya sendiri. Kepercayaan rakyat digadaikan oleh elit untuk semata-mata menghamba pada kepentingan asing. Padahal dari perspektif konstitusional, menyerahkan harga minyak pada mekanisme pasar adalah Inkonstitusional! (Lihat PUTUSAN PERKARA NOMOR 002/PUU-I/2003). Adalah tanggung jawab pemerintah melalui hak menguasai negara untuk mengelola Sumber Daya Alam dan mendistribusikannya kepada rakyat sebagai alat menuju kesejahteraan rakyat. Ingat, ciri utama perekonomian liberal adalah perekonomian sepenuhnya diletakan pada mekanisme pasar. Dan alasan kenaikan BBM yang berpatokan pada tren kenaikan minyak dunia adalah gambaran riil dari injeksi barat ke Indonesia.
            Sekali lagi, kita harus memahami betul isu kenaikan harga BBM ini secara holistik. Sudut pandang yang menyeluruh akan menghindarkan kita dari lingkaran setan konspirasi ‘kenaikan harga BBM’. Atas dasar tersebut, BEM FH UB menyatakan sikap bahwasanya:
1)    Menuntut Akuntabilitas dan Responsibilitas Pemerintah terkait dengan pengelolaan sektor Migas.
2)    Mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan kenaikan harga BBM.
3)    Segerakan konversi BBM ke bahan bakar alternatif yang terbarukan.
Salam, Bergerak Merakyat!



Fauziah Suci Angraini,
Menteri Departemen Kebijakan Publik – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar