Press Release
Di Balik Huru-Hara
Kenaikan BBM: Konspirasi Elit Vs Hak Rakyat Indonesia
Nusantara sepekan terakhir dihebohkan dengan isu kenaikan harga BBM yang
digelontorkan oleh Pemerintah melalui kementrian ESDM. Seolah tanpa dosa, isu
tersebut dikeluarkan sebelum pemerintah menyelesaikan tanggungan hutang kasus korupsi demokrat, yang bukan lain
merupakan partai penguasa. Spontan kebijakan tersebut menuai pro kontra dari segenap elemen masyarakat
Indonesia dengan berbagai dalil masing-masing. Tidak terlepaskan adalah elemen
intelektual muda. Pasca merebaknya isu ke pasaran, gerakan-gerakan mahasiswa
yang mengatasnamakan berbagai front turun ke jalan menentang kebijakan tersebut
dan gelombang aksi bak arus yang tidak dapat dibendung, anarkis, jauh dari
kesan intelektual.
Satu hal yang harus dipahami bersama, mahasiswa harus paham betul akar
permasalahan dari isu yang berkembang ini. Bukan sekedar ketidakmampuan rakyat
jelata yang katanya korban dari kenaikan harga BBM, lebih dari itu isu BBM kini
dicurigai mutlak merupakan konspirasi skala nasional bahkan internasional. Sebelum
muncul justifikasi lebih jauh, ada baiknya kita mengkonfrontir argumentasi
pemerintah dengan realita yang ada saat ini.
Setidaknya ada 3 argumentasi mendasar yang diusung pemerintah sebagai dasar
kenaikan harga BBM; (1) Tingginya harga produksi sektor hulu industri migas,
(2) Tren harga minyak dunia yang semakin menanjak, (3) Kebijakan subsidi BBM
yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran, 53% nya adalah untuk kendaraan
pribadi (Menko Perekonomian dan Kesejahteraan, Hatta rajasa). Sepintas
masyarakat awam niscaya mengiyakan argumentasi tersebut karena terbiasa dengan
budaya ekonomi pasar yang mau tidak mau kita yakini telah menyusup di
Indonesia. Namun argumentasi pemerintah tersebut pada hakekatnya amat mentah
dan tidak mendasar.
Pertama, isu bahwa biaya produksi minyak mentah di Indonesia yang dianggap
tinggi, kenyataannya tidak berdasar. Perlu dicatat, produksi minyak mentah yang
berasal dari Indonesia mencapai 950 million
barrel crude oil per day (MBCD), namun nyaris ½ dari jumlah tersebut diekspor ke
luar negeri karena kepemilikan saham asing yang begitu dominan di Indonesia
(Exon, Chevron, BP, etc). Alhasil indonesia tidak mendapatkan keuntungan
optimal dari kepemilikan SD Migas tersebut. Namun akibat pengelolaan minyak
yang didominansi asing bukan berarti pemerintah tidak mendapatkan keuntungan.
Dari hasil tumpangan asing di Indonesia, pemerintah mendapatkan keuntungan
berupa Pajak Pertambahan Penghasilan (PPh) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNPB) yang jumlahnya dijamin cukup untuk membiayai konsumsi minyak (BBM) di
Indonesia.
Tahun
|
PNPB
|
PPh
|
Total
Pendapatan
|
Besar Subsidi BBM
|
2011
|
173 T
|
65 T
|
238 T
|
195 T
|
2010
|
152 T
|
58 T
|
211 T
|
139 T
|
2009
|
125 T
|
50 T
|
175 T
|
94 T
|
2008
|
211 T
|
77 T
|
288 T
|
223 T
|
2007
|
124 T
|
44 T
|
168 T
|
116 T
|
2006
|
158 T
|
43 T
|
201 T
|
94 T
|
Sumber: Laporan APBN 2006-2011
Data tersebut
menggambarkan bahwasanya subsidi BBM oleh pemerintah tidak akan membebani
pemerintah sama sekali. Mengenai kebijakan ini bahkan pernah disoroti dalam
majalah internasional The Economist dan
pemerintah mendapatkan cemoohan atas argumentasi tersebut dari praktisi ekonomi
internasional.
Selanjutnya terkait dengan statements
Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang menyatakan bahwa kebijakan subsidi BBM
selama ini dianggap tidak tepat sasaran, nampaknya kita perlu napak tilas
menuju kasus BLBI, Century, dan Tax Holiday yang secara nyata dan niscaya adalah kebijakan ekonomi pemerintah yang TIDAK
TEPAT SASARAN! Lagi-lagi pemerintah terbukti telah berpihak pada kepentingan
kaum pemodal, bukan rakyat jelata yang seharusnya mereka lindungi haknya.
Terlepas dari segala perhitungan
perekonomian di atas, isu kenaikan BBM ini amat kentara memiliki potensi
konspirasi politik dalam negeri. Partai Penguasa memanfaatkan isu ini untuk
mengalihkan perhatian masyarakat dari skandal korupsi yang melibatkan Ketua
Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Bahkan, di tengah huru-hara nasional
ini SBY masih menyempatkan diri
beramah tamah dengan ‘Elit’ Presiden Eksekutif Mahasiswa di Indonesia untuk
pelesir ke China.
Tidak hanya partai penguasa yang
diuntungkan, baik itu partai kompetitor dan oposisi juga mengambil peluang
besar untuk pencitraan partainya menuju pemilu 2014. Kemarin saja (27/03) sudah
ada beberapa partai yang turun ke jalan demi menarik simpati rakyat di pemilu
2014. Bahkan gawatnya lagi, keterlibatan buruh dalam aksi kenaikan BBM
disinyalir mengandung unsur ‘politik uang’. Luar Binasa!
Isu kenaikan BBM tidak
hanya soal politik dalam negeri. Kuat diduga kenaikan harga BBM merupakan
pesanan asing yang menyusup melalui Letter of Intent (LOI) antara Indonesia
dengan International Monetary Funds (IMF) yang bunyi nya antara lain sebagai
berikut:
“To
achieve this objective, the government intends to adjust administered prices of
petroleum products and electricity before the next fiscal year, with a view to eliminating subsidies for
these products..”
Nyata sudah pemerintah
tidak lagi berdaulat di atas wilayahnya sendiri. Kepercayaan rakyat digadaikan
oleh elit untuk semata-mata menghamba pada kepentingan asing. Padahal dari
perspektif konstitusional, menyerahkan harga minyak pada mekanisme pasar adalah
Inkonstitusional! (Lihat PUTUSAN
PERKARA NOMOR 002/PUU-I/2003).
Adalah tanggung jawab pemerintah melalui hak menguasai negara untuk mengelola
Sumber Daya Alam dan mendistribusikannya kepada rakyat sebagai alat menuju
kesejahteraan rakyat. Ingat, ciri utama perekonomian liberal adalah
perekonomian sepenuhnya diletakan pada mekanisme pasar. Dan alasan kenaikan BBM
yang berpatokan pada tren kenaikan minyak dunia adalah gambaran riil dari
injeksi barat ke Indonesia.
Sekali lagi, kita harus
memahami betul isu kenaikan harga BBM ini secara holistik. Sudut pandang yang
menyeluruh akan menghindarkan kita dari lingkaran setan konspirasi ‘kenaikan
harga BBM’. Atas dasar tersebut, BEM FH UB menyatakan sikap bahwasanya:
1) Menuntut Akuntabilitas dan Responsibilitas Pemerintah
terkait dengan pengelolaan sektor Migas.
2) Mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan
kenaikan harga BBM.
3) Segerakan konversi BBM ke bahan bakar alternatif yang
terbarukan.
Salam, Bergerak Merakyat!
Fauziah Suci Angraini,
Menteri Departemen Kebijakan Publik – Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya