Tahu
kenapa waktu terus berjalan?
Karena
yang ada disini, tidak selamanya disini.
Tidak
ada yang lebih setia dari helaan nafas, setia menemani sisi terbaik, sisi biasa
atau sisi yang paling gelap.
Saat
yang gelap adalah syukur.
Saat yang biasa saja adalah monokrom.
Saat terbaik
adalah tertentu, terbatas, ya selalu berjangka..
Disini,
sekarang, semuanya seolah sepakat untuk mendung.
Langitnya,
awannya, warna anginnya, tanahnya, ruangannya, pohon hijau di depan kamar,
lampu di ruang depan,
Setumpuk
buku kuliah dulu yang sekarang sudah tidak punya magnet lagi,
Tempat
jemuran yang dulu siang-siang terik semarak dengan warna,
Karpet
biru bergambar segala jenis transportasi darat, laut, dan udara,
Bahkan
gantungan tempat jilbab pun rasanya berbeda,
Asing,
Sore ini sepertinya ada deklarasi langit,
“It’s
not yours anymore”
Kalau
khayalan saya betul, setiap sudut di Kota ini pasti tenggelam dengan ingatan-ingatan,
Sialnya,
cuma ingatan-ingatan,
Cuma
ingatan!
Jadi
sekedar benda-benda mati, sudut-sudut kaku yang jago bercerita,
Bisu
tapi bisa memporak-porandakan pondasi kokoh yang namanya ego.
Ah
ya,
Waktunya
tidak lama lagi,
30
hari atau 720 jam atau 43.200 menit atau 2.592.000 detik
I
have to leave, i have to move, i have to meet the next person that i’ve to meet
I
have to forget all the things in here
I
have to erase all memories in here
I
have to
I
have to
I
must to do it
Setidaknya
bisa berseri untuk beberapa waktu?
Sebentar
saja?
Sampai
tiba waktunya menarik jangkar, berlayar ke tempat selanjutnya.
di
pelabuhan akhir.
|
Selamat tinggal semua (yang akan) jadi masa lalu |
in memoriam, fauziah suci angraini masa kuliah